top of page

K R I T I K

  • Renungan Menara Kembar
  • Nov 2, 2020
  • 3 min read

Oleh : H. Muhtar Gandaatmaja

ree
Rubrik Khusus Ketua DKM setiap Selasa

Terima kasih yang dalam kami sampaikan kepada pembaca yang telah mangapresiasi tulisan-tulisan saya di media ini, terutama yang berjudul “(Gus?) Nur.” Kebanyakan pembaca menyatakan setuju dan ada yang tidak setuju. Itu lumrah dan biasa. Kepada keduanya kami hargai sama, karena dua-duanya memberikan suplemen untuk meningkatkan energy berpikir agar menulis lebih baik dan obyektif. Jazakumullah ahsanal jaza.


Yang menggelitik akal sehat, ada diantara pembaca yang menyampaikan begini: “Kritik itu dilindungi undang-undang. Ia (maksudnya Sugi Nur Raharja), mengkritik pemerintah.” Sampai di situ benar. Yang saya tulis tentang Sugi Nur, edisi Selasa lalu, ia sedang tidak mengkritik pemerintah, tapi menghina ormas NU dengan kata-kata: “NU sopirnya mabuk, kondekturnya teler, kernetnya ugal-ugalan, dan isi busnya PKI, liberal, dan sekuler.” Dalam acara talk show dengan Refly Harun. Dalam kalimat seperti ini saya bingung. Kata dan kalimat mana yang termasuk krtitik.


Kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani κριτικός, 'clitikos - "yang membedakan", kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuno κριτής, krités, artinya "orang yang memberikan pendapat beralasan" atau "analisis", "pertimbangan nilai", "interpretasi", atau "pengamatan". Istilah ini biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut oposisi yang berselisih dengan atau menentang objek kritikan. (Sumber bacaan: Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).


Kritik yang konstruktif dianjurkan dalam Islam (Qs. Al-Asr: 1-3) sebagai upaya saling mengingatkan agar saudara kita yang melakukan kekeliruan bisa memperbaikinya. Mengajak orang-orang agar berbuat baik dan mencegah kemungkaran, ini perintah Allah SWT, (Ali-Imron: 110). Tentu dengan cara “Bilhikmah dan mauizhotil hasanah, dan bantahlah dengan cara yang ‘ahsan’ lebih baik.” (Q.S. An-Nahl: 125). Kita tahu arti kritik, koreksi dan nasehat. Kitapun maklum apa arti menghina, mencela dan mencaci maki. Kita amat tahu perbedaannya. Dari mana sumber rujukannya caci maki disebut kritik.

Hal serupa dilakukan Salman Rushdi, Muslim Inggris, lahir di Mumbay India, keluarganya Muslim tinggal di Kashmir. Bukunya yang menghebohkan jagat raya, The Satanic Verses, ditulisnya tahun 1988, ketika di ultimatum pemimpin Agung Iran Ruhullah Ayatollah Khomeini dengan hukuman mati, 1989, gara-gara dianggap melecehkan Islam, dengan memasukan Tuhannya orang Islam “Allah” ke dalam sebutan “Tokoh.” Ia berdalih kebebasan berpikir. Pemerintah Inggris melindunginya. Pada 7 Maret 1989 Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Inggris karena masalah ini. Hukuman yang diputuskan pemerintah Iran sudah tepat. Jika ujaran kebencian dan penghinaan dianggap biasa atau dianggap kritikan, ini berbahaya. Merusak tatanan masyarakat yang beradab.


Ustad Yusuf Mansur, nama lengkapnya Jam'an Nurkhatib Mansur adalah salah seorang tokoh pendakwah, penulis buku dan pengusaha sukses dari Betawi, pimpinan pondok pesantren Daarul Quran yang berada di mana-mana, ia sebagai anak muda aset bangsa, oleh sebagian kecil, mungkin karena dianggap beda dengan orang betawi pada umumnya dalam cara berpikir dan sikap pilihan politiknya, ketika sakit, sekarang alhamdulillah sudah sembuh, bukan di do’akan, sebaliknya dihina dan dicemooh. Tak kuasalah hamba menulis semua caci maki yang ditujukan kepadanya. Hamba hanya berdo’a, ”Semoga Ustad Yusuf Mansur diberi kekuatan dalam menerima cobaan dan mendapat bimbingan Allah dalam tugas dakwahnya.” Kepada yang mencaci makinya kami doakan: “Semoga Allah SWT memberi taufiq dan hidaya-Nya, hingga terbuka mata hatinya bahwa muslim dan muslim adalah saudara.”


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim). Wallahu A’lam!


Penulis:

Ketua DKM Masjid Raya Bandung Jabar/ Ketua Yayasan al-hijaz Aswaja Bandung

 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


(022) 4240275

©2020 by MRB Online. Proudly created with Wix.com

bottom of page