top of page

NYAAH DULANG

  • Writer: MRB Web
    MRB Web
  • Dec 28, 2020
  • 3 min read

oleh : H. Muhtar Gandaatmaja

Jangankan dari luar etnis sunda, orang sundapun, terutama generasi “zaman now” tidak semuanya tahu apa arti “nyaah dulang.” Apa itu “dulang” agak sulit menjelaskannya karena bendanya secara fisik material sudah hilang dari dapur kita, kecuali adanya di Museum Sribaduga, Jl. BKR No.185, Bandung.


Nyaah dulang terdiri atas dua suku kata, “nyaah” dan “dulang”. Nyaah artinya sayang. Dulang adalah semacam wajan terbuat dari kayu berbentuk seperti ember, tapi melebar ke permukaan, berfungsi untuk “ngakeul,” mengaduk-aduk nasi agar pulen dan dingin sebelum dimasukkan ke dalam “bakul.” Anak milenial lebih tahu “rice-cooker” daripada bakul. Karenanya, mengartikan istilah nyaah dulang secara harfiyah, tidak akan nyambung dengan apa yang dimaksud.


Anak usia 7 tahun minta jajan 1 atau 2 juta rupiah kepada ibunya. Dengan tidak mempertimbangkan resikonya, ia beri, alasan kasihan. Sikap orang tua seperti ini salah. Rasa kasihannya tidak mempertimbangkan akibat buruk yang lebih besar dikemudian hari. Inilah yang disebut “nyaah dulang.” Nyaah, rasa sayang, itu harus ada pada setiap diri manusia, tapi jangan nyaah dulang.


Seorang sahabat menulis di medsos, mengungkapkan rasa kasihannya kepada orang yang kini menjadi tahanan pemerintah. Manusiawi sekali. Orang yang oleh pengikutnya dipuja puja, dihormati dan dimulyakan di luar batas kewajaran, kedua tangannya diborgol seperti maling. Dari sisi “kemanusiaan semu” hati siapa yang tidak trenyuh menyaksikannya.


Rasa iba sahabatku kepada orang itu karena ia diborgol seperti orang jahat, tanpa mau tahu apa yang menjadi rentetan penyebabnya dari waktu ke waktu sampai ia diborgol. Bagaimana akibatnya terhadap stabilitas Negara dan bangsa kalau aparat membiarkannya. Sahabatku punya rasa sayang, namun “nyaah dulang.”


Dengan alat “se-modern” apapun, namanya dioperasi atau dikhitan pasti sakit. Dokter ahli bedah tidak akan melakukan tindakan operasi kepada siapapun kalau ada rasa kasihan atau khawatir menyakiti pasiennya. Anak laki-laki tak akan pernah bisa dikhitan, kalau kita membayangkan anak kita bakal kesakitan dan berdarah.


Menyakitkan atau tidak, kalau SOP (Standard Operating Procedures) nya seperti itu, ya, mau tidak mau harus dilaksanakan. Pun demikian dari sisi kasus hukum. Tidak ada urusan dengan masalah tega dan tidak tega. Seandainya apa yang dipersangkakan benar adanya dan ia patut diduga bersalah, kita ikuti saja prosedur itu. Aparat penegak hukum berpegang pada prinsip “equality before the law,” bahwa semua orang sama di depan hukum. Tidak ada hubungannya dengan jabatan, gelar atau status sosialnya. Kalau menurut undang-undang harus diproses, ya biarkan diproses. Benar atau salahnya nanti Hakim di pengadilan yang memutuskan. Siapa tahu kalau nanti diputus bebas dan dinyatakan tidak bersalah, justru akan bertambah kemuliaannya.


Tidak semua yang dipenjara hina. Sejumlah tokoh besar pernah dipenjara. Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, Ulama kharismatik Hadratusy Syaih KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dan Buya Hamka, sebagai contoh, pernah dipenjara. Dalam sel tahanan, Bung Karno menulis buku , “Indonesia Menggugat. ” KH. Muhammad Hasyim Asy’ari “mengkhotamkan” Al-Qur’an dan kitab Hadits Bukhori berulang ulang. Selain Al-Qur’an beliau hafal seluruh hadits Bukhori dan ribuan hadits lainnya. Demikian pula Prof. Dr. Hamka (Buya H. Abdul Malik Karim Amrullah) dalam penjara menyusun “Tafsir Al-Azhar.”


Masyarakat Quraisy dipusingkan oleh seorang perempuan Mukhzumiyah (Suku Elit yang berpengaruh dan disegani pada waktu itu) karena mencuri. Hasil musyawarah, Usamah bin Zaid sebagai orang yang dituakan menghadap Nabi SAW menyampaikan berita itu.


Mendengar laporan Usamah, Rasulullah SAW dengan tegas bersabda: “Sesungguhnya yang merusak orang-orang sebelum kalian adalah karena mereka, dulu, apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, dibiarkannya (tidak dihukum); tetapi kalau orang lemah yang mencuri maka hukum ditegakkan. Demi Allah seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”………..Kemudian Rasulullah SAW menyuruh membawa perempuan (Mukhzumiyah) itu, lalu dipotonglah tangannya,” (HR. Bukhori). Wallahu A’lam


Penulis

Ketua DKM Masjid Raya Bandung Jabar

Ketua Yayasan al-hijaz Aswaja Bandung

 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


(022) 4240275

©2020 by MRB Online. Proudly created with Wix.com

bottom of page